Tesis Ilmu Komunikasi




ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya penerapan keterbukaan informasi pada badan publik dan minimnya partisipasi masyarakat menggunakan hak untuk tahu (Rights to Know) oleh karena itu perlu adanya manajemen komunikasi pemerintah dari Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) yang efektif.

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana metode manajemen dan evaluasi komunikasi pemerintah dalam kebijakan transparansi informasi. Metodologi penelitian menggunakan paradigma positivis dengan perspektif manajemen pada pendekatan kualitatif studi kasus. Metode manajemen komunikasi dibahas dengan proses empat langkah metode manajemen Cutlip, Center, dan Broom, Metode Transparansi Rawlin dan teori pengait yaitu teori pemangku kepentingan. 

Hasil penelitian menemukan bahwa komunikasi pemerintah sudah menerapkan metode manajemen dalam menganalisis dimensi transparansi dan belum maksimal. Disimpulkan bahwa manajemen komunikasi pemerintah mempunyai perencanaan yang komprehensif dan terstruktur, akan tetapi ada kelemahan dalam melakukan identifikasi masalah, aksi dan komunikasi serta evaluasi.

Kata kunci: Manajemen, Komunikasi Pemerintah, Kebijakan Transparansi Informasi

Baca selengkapnya klik disini

085729587732


Skripsi Pendidikan Matematika



ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan PMRI dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dengan menggunakan PMRI. Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas II SD 3 Bantul. 

Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara menggunakan lembar observasi, wawancara, jurnal harian dan bahan ajar. Bahan ajar meliputi Buku Guru, Buku Siswa, Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan lembar evaluasi siswa sebagai refleksi kepahaman siswa. Hasil belajar matematika siswa dikatakan meningkat apabila telah mencapai lebih dari 75%. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus 6 pertemuan.

Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa .................

Baca selengkapnya klik disini

085729587732


TESIS TEKNIK PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA



ABSTRAK

Kecamatan Bukit Intan dan Pangkalbalam merupakan dua kecamatan di kota Pangkalpinang yang mempunyai keunggulan lokal sub sektor perikanan yang menonjol, tetapi hasilnya belum maksimal. Keberadaan SMK Negeri 4 Perikanan di kecamatan Bukit Intan sebenarnya diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi dalam bidang perikanan, SMK ini kurang diminati oleh siswa-siswa tamatan SMP/ MTs di kecamatan Pangkalbalam dan Bukit Intan. 

Fungsi SMK Negeri 4 Perikanan diharapkan dapat mencetak SDM yang handal merupakan masalah tersendiri bagi perkembangan pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada di kedua kecamatan ini. Oleh Peneliti, permasalahan di atas meninmbulkan pertanyaan “Bagaimana meningkatkan kebutuhan pendidikan kejuruan yang berbasis potensi lokal perikanan bagi masyarakat dan pelaku usaha perikanan di kecamatan Pangkalbalam dan Bukit Intan”. 


Penelitian ini akan menganalisis tingkat kebutuhan pendidikan menengah kejuruan yang diperlukan oleh masyarakat dan pelaku usaha dalam bidang perikanan di kecamatan Bukit Intan dan Pangkalbalam. Sasaran-sasaran yang akan diteliti, antara lain keadaan wilayah dan potensinya, kebijakan yang menyangkut pendidikan kejuruan dan bidang sub sektor perikanan, keadaan SDM, kebutuhan masyarakat akan pendidikan kejuruan berbasis potensi lokal, dan peningkatan kebutuhan pendidikan kejuruan. Alat analisis yang digunakan untuk sasaran tersebut adalah analisis kualitatif, kecuali untuk menentukan tingkat kebutuhan pendidikan kejuruan dengan pendekatan analisis kuantitatif dan analisis SWOT untuk sasaran peningkatan kebutuhan pendidikan kejuruan.

Temuan dari hasil analisis tiap sasaran-sasaran dalam penelitian ini menunjukkan tingginya potensi lokal perikanan di kecamatan Pangkalbalam dan Bukit Intan dan keberadaan SMK Negeri 4 sangat dibutuhkan masyarakat di wilayah tersebut dengan harapan lulusannya dapat meningkatkan nilai keekonomian dari potensi yang ada sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan yang berbasis potensi lokal perikanan sangat dibutuhkan masyarakat dan pelaku usaha bidang perikanan di dua kecamatan tersebut.

Baca selengkapnya klik disini
085 729 587 732

Hubungi : 085 729 587 732 - 087 717 540 995

Skripsi BK : Fakultas Ilmu Pendidikan



ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh antara layanan konseling kelompok terhadap kecerdasan emosional siswa kelas XI SMA Negeri 1 Doro Pekalongan Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara layanan konseling kelompok terhadap kecerdasan emosional XI SMA Negeri 1 Doro Pekalongan Tahun Pelajaran 2010/2011”. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Doro Pekalongan Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 183 siswa yang digunakan sampel penelitian yaitu kelas XI. IPS.1 sebanyak 34 siswa yang kemudian dikelompokan menjadi 3 kelompok, dan pada setiap kelompok terdiri dari 11 dan 12 siswa. 

Metode pengambilan sampel menggunakan teknik sampel random atau acak, sampel campur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala psikologi. Berdasarkan hasil uji validitas skala kecerdasan emosional 40 butir item terdapat 31 butir yang valid dan 9 butir yang tidak valid. Pada sampel penelitian ini, peneliti mengambil 11-12 siswa pada setiap kelompoknya untuk diberikan perlakuan. Untuk mengukur tingkat kecerdasan emosional siswa menggunakan pre-test dan post-test dengan skala psikologi kecerdasan emosional.

Baca selengkapnya klik disini

085729587732

Skripsi Kedokteran : PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN



ABSTRAK

Keadaan gizi juga akan mempengaruhi kemampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan akan mempengaruhi prestasi belajar Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian

Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan asupan energi dan protein, status gizi dan prestasi belajar anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan.

Metode Penelitian : Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan kuantitatif, sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah croos sectional yaitu dengan meneliti variabel terikat, bebas dan variabel antara secara bersamaan.

Hasil Penelitian : Ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dan status gizi anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan.Ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dan status gizi anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan .Ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan.

Baca selengkapnya klik disini


Tesis Komunikasi : Program Magister Ilmu Perpustakaan



ABSTRAK

Nama              : Mohd. Isnaini
Program Studi  : Ilmu Perpustakaan
Judul Tesis       : Komunikasi Organisasi di Perpustakaan Perguruan Tinggi:
                         Studi Kasus pada UPT Perpustakaan Perguruan Tinggi XY

Penelitian ini membahas tentang komunikasi organisasi, kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu faktor yang menentukan organisasi dapat hidup, sukses dan efektif. 

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan yang baik bagi pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi khususnya pada komunikasi organisasi, dimana dengan komunikasi yang baik menjadikan kinerja perpustakaan menjadi lebih baik. Pimpinan dengan seluruh anggota organisasi di harapkan dapat berkomunikasi secara terbuka, penuh kejujuran, dan keadilan. 

Disamping itu yang tidak kalah pentingya dalam suatu organisasi adalah budaya organisasi, dimana dengan komunikasi yang baik di harapkan membantu budaya kerja organisasi menjadi semakin baik. 

Metode dalam penelitian ini adalah bersipat deskriptif dengan pendekatan secara kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi.

Kata kunci: Komunikasi, budaya, organisasi dan perpustakaan perguruan tinggi

Baca selengkapnya klik disini


Tesis Manajemen Keperawatan : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN



ABSTRAK

Nama   : Maya Ratnasari
Jurusan : Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Judul    : Faktor-Faktor Manajemen SDM yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perkesmas di Puskesmas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2012
xiv + 76 hal + 2 skema + 7 tabel + +1 diagram + 4 lampiran

Perkesmas merupakan salah satu upaya kesehatan di puskesmas yang sangat menunjang visi Kementerian Kesehatan yaitu mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Pelaksanaan perkesmas di puskesmas tak lepas dari peran pengelola (koordinator) perkesmas yang menjalankan fungsi pengelolaan itu berdasarkan faktor-faktor manajemen SDM (perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian). 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor manajemen sumber daya manusia terhadap pelaksanaan perkesmas di puskesmas wilayah Kotamadya Jakarta Barat. Desain yang digunakan adalah analitik korelasi secara cross sectional dengan sampel 71 koordinator perkesmas. Analisis data menggunakan chi square dan regresi logistik. 

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan perkesmas dipengaruhi oleh perencanaan (p=0,016), pengorganisasian (p=0,024), dan pengendalian (p=0,003). Variabel manajemen yang paling dominan mempengaruhi pelaksanaan perkesmas adalah fungsi pengendalian (OR=4,4). Penelitian ini merekomendasikan untuk meningkatkan kemampuan manajerial khususnya fungsi pengendalian SDM koordinator perkesmas di puskesmas baik melalui pelatihan maupun pendidikan berkelanjutan.

Kata Kunci : perkesmas, faktor manajemen, koordinator perkesmas, SDM

Baca selengkapnya klik disini


Skripsi Pendidikan : Pendidikan Teknik Mesin


ABSTRAK

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, yaitu masyarakat yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama dan aliran kepercayaan. Pendidikan nasional yang dikembangkan khususnya pada masyarakat serupa itu adalah pendidikan yang bercirikan pendidikan yang mengakomodasi kepentingan masyarakat dari berbagai latar belakang yang beraneka ragam.

Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori maupun praktek pelaksanaan pendidikan. Mempunyai landasan serta dijiwai oleh filsafat bangsa demi kepentingan bangsa dan negara indonesia. Usaha perwujudan dalam mencapai cita-cita nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut : "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan berkeadilan sosial".

Menghadapi tantangan jaman yang semakin global ini, dalam dunia pendidikan terutama di perguruan tinggi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dituntut untuk selalu aktif dalam meningkatkan kompetensinya dalam mencapai mutu bidang kependidikan. Usaha yang ditempuh antara lain ialah Program Pengalaman Lapangan (PPL). Pelaksanakan ini hendaknya bisa menjadi salah satu cara yang tepat dalam mendekatkan kesesuaian antara kualitas lulusan dengan permintaan tenaga kerja, khususnya sebagai calon tenaga guru.

Baca selengkapnya klik disini


Makalah BIPA : Media Pembelajaran


Sampai saat ini media pembelajaran interaktif BIPA belum berkembang dengan optimal di Indonesia. Salah satu kendala pengembangan media pembelajaran interaktif adalah kurang dikuasainya teknologi pengembangan media interaktif oleh para pengajar dan pengelola BIPA di Indonesia. 

Piranti lunak pengembangan materi pembelajaran yang ada saat ini seperti Course Builder, Visual Basic, atau Dream weaver cukup rumit sehingga hanya dikuasai oleh para pemrogram komputer sedangkan pengelola BIPA pada umumnya hanya menguasai pembelajaran bahasa. Jadi pengembangan materi pembelajaran interaktif dengan komputer kurang optimal. 

Pengembangan media pembelajaran BIPA interaktif bisa optimal dengan kerjasama antara programer komputer dengan pengelola program BIPA. Yang lebih ideal adalah seorang pengelaloa BIPA menguasai program komputer. 

Tujuan dari lokakarya ini adalah membuat media pembelajaran BIPA secara mudah, bahkan untuk orang yang buta program komputer sekalipun. 

Pembuatan media pembelajaran BIPA interaktif ini akan menggunakan piranti lunak presentasi Microsoft Powerpoint 2000, sebuah piranti lunak yang memberikan banyak sekali manfaat bagi pembelajaran bahasa. Dua keuntungan pokok dari piranti lunak ini adalah: 

  1. tersedia di semua komputer berprogram Microsoft Office; 
  2. dapat dikembangkan oleh orang yang buta program komputer. 

Meskipun piranti lunak ini mudah dan sederhana namun dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembelajaran bahasa. Piranti lunak ini dapat menampilkan teks, gambar, suara, dan video. Dengan demikian, piranti lunak ini bisa mengakomodasi semua kegiatan pembelajaran bahasa interaktif seperti mendengarkan, membaca, menulis dan juga bermain language games. Tampilan yang dihasilkan dari piranti lunak ini bisa semenarik program yang dibangun dengan piranti lunak yang canggih.

Baca selengkapnya klik disini


Jurnal Ilmu Sosial JUNI 2013, VOLUME 5 NOMOR 2


Jamiah

Pada era otonomi daerah, pengembang-an sumber daya aparatur telah menjadi isu sentral di kalangan organisasi publik, teruta-ma dikaitkan dengan kinerja pegawai justru hal tersebut merupakan suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Pentingnya pengembangan sumber daya aparatur didasari oleh suatu pe-mikiran bahwa optimalisasi tujuan organisasi dapat dicapai apabila didukung dengan ki-nerja aparatur yang berorientasi pada tujuan. Untuk maksud tersebut maka diperlukan apa-ratur yang memiliki kemampuan profesional dan mampu memegang teguh etika profesio-nal. 

Untuk memenuhi aparatur yang sesuai kualifikasi dimaksud nampaknya pemerintah telah melakukan berbagai upaya, baik melalui restrukturisasi, sistem kepegawaian maupun kebijakan lainnya yang berorientasi pada efi-siensi kerja aparatur. Hal tersebut tercermin oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, intinya adalah untuk Penataan Organisasi Perangkat Daerah untuk meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang profesional. Indi-kasi lain yang berkaitan dengan peningkatan aparatur tercermin pada tahun 1995 dengan maksud agar aparatur dapat memanfaatkan efisiensi kerja.

Baca selengkapnya klik disini

Tesis Hukum : Prodi Ilmu Hukum



ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan penduduk dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat yang memunculkan masalah-masalah perkotaan salah satunya adalah meningkatnya volume sampah. Untuk menindaklanjuti hal ini kedudukan pemerintah sangat strategis guna membuat kebijakan berupa peraturan daerah yakni Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.

Kendati peraturan tersebut telah diatur oleh pemerintah kota Bengkulu, namun dalam implementasinya tidak seperti yang diharapkan.penelitian ini bersifat empiris dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif. 

Dari hasil penelitian maka diketahui bahwa Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah tidak berlaku efektif. Faktor penghambat yang dihadapi antara lain sebagai berikut : aturan hukum, penegak hukum, sarana prasarana dan kesadaran masyarakat dan stakeholders pengelolaan sampah adapun upaya yang dilakukana agar Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 mampu meningkatkan pengelolaan sampah rumah tangga Kota Bengkulu adalah sebagai berikut: kemauan politik untuk melaksanakan peraturan daerah, pemerintah daerah harus segera membuat perwal, bagi aparat pelaksana perlu ditunjang dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai serta biaya yang cukup dan adanya gerakan yang dimotori oleh pembuat peraturan daerah untuk melaksanakan amanat daripada peraturan itu. 

Saran yang diajukan oleh peneliti kepada pemerintah kota Bengkulu adalah sebagai berikut : segera membuat perwal tentang pengelolaan sampah, segera merevisi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah sesuai dengan Undan-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolan Sampah dan melakukan sosialisasi secara maksimal terhadap peraturan daerah tentang pengelolaan sampah.

Baca Selengkapnya Klik Disini



Tesis Manajemen Sumber Daya Manusia


Baca Selengkapnya Klik Disini


Skripsi Bimbingan dan Konseling


ABSTRAK

BADRIAH 104011000047 HUBUNGAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN
KESEHATAN MENTAL SISWA MAN 12

Layanan bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa secara terus menerus agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, sehingga siswa sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan adanya bimbingan dan konseling diharapkan dapat memberikan solusi bagi peserta didik di sekolah. Agar peserta didik menjadi lebih baik dari segi prilakunya.

Adapun tujuan dari skripsi ini adalah penulis ingin mengetahui layanan bimbingan dan konseling yang ada di sekoalah MAN 12 dan bagaimana kesehatan mental (prilaku) siswa MAN 12 dan juga untuk mengetahui adakah hubungan antara layanan bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental (prilaku) siswa MAN 12.

Metodologi yang dipakai dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif kolerasional, pendekatan kuantitatif yaitu variabel. Pertama, Layanan Bimbingan dan Konseling dan kedua, Kesehatan Mental (prilaku) Siswa. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 12 yang berjumlah 257/20% = 51.4 dibulatkan menjadi 52 siswa. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara 1). Observasi, 2). Wawancara, 3). Angket. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Setelah menyebarkan angket tentang layanan bimbingan dan konseling. Maka hasil tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus kofisien korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa .............................

Baca Selengkapnya Klik Disini



Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi



Seiring dengan perkembangan infrastruktur teknologi yang terus berkembang dan meluas hingga ke pelosok-pelosok dusun, proses interaksi dan komunikasi di dunia maya, manusia mulai “dimanjakan” dalam berinteraksi dan berkomunikasi jarak jauh. Saat ini komunikasi sudah menjadi hal yang penting bagi kehidupan manusia untuk memperoleh bermacam-macam informasi yang dibutuhkan. Selain itu memperoleh pengetahuan dan hiburan, membuat media massa akhir-akhir ini di Indonesia tidak terkecuali media lewat internet, semakin merebak. 

Kehadiran internet membuat orang yang mulanya tidak berani bicara menjadi berani memberi komentar sebab bicara di internet lebih bebas, “ungkap A. Sapto Anggoro” wakil pemimpin redaksi detik dotcom menanggapi masalah kebebasan berbicara di internet. Barangkali karena seseorang tidak perlu ditampilkan secara live di internet seperti halnya di televisi maupun radio maka ia menjadi tak ragu-ragu beropini
secara online.

Segala kalangan masyarakat awam, yang tidak mengenal internet, menjadi mengenal internet, menjadi hobi berinternet, bahkan kecanduan berinternet. Pada dasarnya, setiap orang itu bangga dengan dirinya, bangga dengan foto diri, bangga dengan wajahnya serta bangga  dengan momen-momen terbaiknya sehingga sangat memuaskan batin jika kebanggaan tersebut dapat dilihat oleh orang lain, bahkan jutaan orang di internet. Ini adalah sifat dasar manusia yang kemudian mendorong Facebook untuk menjadi candu dalam diri sendiri. Situs ini sudah merambah ke semua lini dan lapisan masyarakat, tidak mengenal kasta dan pangkat, bahkan orang-orang penting dan elit di pemerintahan pun tidak ketinggalan mendaftar di facebook ini, bintang film dan selebriti juga tidak canggung-canggung memamerkan dirinya yg sudah punya facebook. Segmentasi penguna internet menjadi meningkat tajam bahkan luar biasa.

Selain itu, dengan Facebook, kita juga mampu membangun jaringan untuk membentuk suatu kelompok bisnis ataupun kelompok organisasi. Hebatnya lagi, kita mampu membentuk kekuatan massa, termasuk massa politik (Barrack Obama, Presiden SBY, dan masing-masing capres membentuk jaringan massa pendukung lewat facebook). Tidak ketinggalan, berbagai organisasi profit maupun nonprofit ramai-ramai melakukan link ke Facebook agar tidak ketinggalan teknologi informasi ini.

Baca Selengkapnya Klik Disini

Makalah Pendidikan : Media Belajar


Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memili media pembelajaran, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respons yang diharapkan siswa jyasau setekag oenbekaharab berkabgsybgm dab jibtejs oenbekaharab ternasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. 

Tak bisa dipungkiri, dewasa ini media telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Di negara maju, media telah mempengaruhi hampir sepanjang waktu hidup seseorang. Bahkan seorang insinyur ternama Amerika Serikat, B. Fuller mengatakan bahwa media telah menjadi "orang tua ketiga" bagi anak (guru adalah orang tua kedua). Meskipun perkembangannya di Indonesia belum mencapai taraf seperti itu, namun kecenderungan ke arah itu sudah mulai tampak. Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, peranan media juga tidak bisa diabaikan.

Baca Selengkapnya Klik Disini


Jurnal Ilmiah SI vol 1 no 1 Januari 2013


E-Jurnal “Sistem Informasi” ini merupakan media publikasi bagi sivitas dilingkungan Program Studi(Prodi) Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Selain itu melalui media ini diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek plagiasi dalam penelitian. Pada edisi pertama ini, diterbitkan sepuluh makalah hasil penelitian mahasiswa dari program studi S1 Sistem Informasi.

Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Adapun daftar isi dari jurnal ini adalah sebagai berikut :

  • Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Pilihan Program Studi Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri : Moh. Nasrul Aziz, Eto Wuryanto, Indah Werdiningsih
  • Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Hewan Universitas Airlangga Surabaya Dengan Metode Berorientasi Objek : Dhanada Vidia A, Eto Wuryanto, dan Purbandini
  • Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Pemesanan Dan Penjualan Barang Dengan Metode Berorientasi Objek Di U.D. Aneka Jaya Surabaya : Tegar Wijayanto, Endah Purwanti,Purbandini 
  • Perencanaan Arsitektur Data Di Bagian Sumber Daya Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Ahmad Zaky F, Kartono,Endah Purwanti 
  • Perencanaan Arsitektur Teknologi Informasi Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Airlangga : Nurma Harumiaty, Eva Hariyanti, Taufik 
  • Perencanaan Arsitektur Enterprise Proses Bisnis Di Bagian Sumber Daya Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Inatun Yustrilia, Kartono, Taufik 
  • Perencanaan Arsitektur Bisnis Bidang Pertanian dan Kehutanan di Dinas Pertanian Kota Surabaya : Cherlylie Rendy, Kartono, Taufik 
  • Perencanaan Arsitektur Data Pada Bidang Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya : Febri Ristya Widyana, Eto Wuryanto,Taufik S.T
  • Perencanaan Arsitektur Proses Bisnis Perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya Ani Sistarina : Eva Hariyanti, Taufik

Baca Selengkapnya Klik Di Sini


Disertasi Pendidikan : PENYELENGGARAAN WORK-BASED LEARNING



Abstrak

Budi Tri Siswanto. Pengembangan Model Penyelenggaraan Work-Based Learning pada Pendidikan Vokasi Diploma III Otomotif. Disertasi. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menemukan model penyelenggaraan workbased learning pada pendidikan vokasi program Diploma III Otomotif yang dapat meningkatkan kualitas hasil belajar; (2) mengetahui luaran (output) penyelenggaraan work-based learning dengan model yang dikembangkan; (3) mengetahui respon pengelola program dan manajemen perusahaan terhadap model pengembangan tersebut; dan (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil belajar WBL.

Penelitian R&D dan eksperimen ini dilaksanakan pada program studi Diploma III Otomotif. Penelitian dilakukan di pusdiklat/training center pada berbagai APM (Agen Pemegang Merek) Otomotif di Jakarta, Karawang, Tangerang, Bekasi. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Diploma III program studi Teknik Otomotif yang melaksanakan program pengalaman lapangan/praktik industri di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dua kelompok mahasiswa sebagai sampel penelitian berjumlah 100 mahasiswa ditentukan dengan teknik purposive sampling yang meliputi 3 PTN dan 3 PTS di DIY dan Jawa Tengah.

Eksperimen dilaksanakan di lokasi pusdiklat/training center APM Jakarta, Karawang, Tangerang, Bekasi pada Juli – Oktober 2010 dengan rancangan faktorial 2 x 1. Data dikumpulkan dengan inventori, lembar pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisis Validasi isi dilakukan dengan expert judgement. Validasi konstruk dilakukan dengan analisis faktor dan reliabilitas butir ditentukan dengan formula Alpha Cronbach dan KR-20. 

Data dianalisis dengan analisis deskriptif, korelasi, regresi, jalur, dan uji-t menggunakan bantuan program komputer SPSS.17. Uji kecocokan model dengan Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan program LISREL 8.80, taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ....................................................................

Baca Selengkapnya Klik Disini


Alur - Proses Pembuatan



KETERANGAN :

Ø  Pemesanan dapat dilakukan melalui SMS / TELEPHONE / EMAIL atau COD (Ketemuan) atau dating langsung ke Sekretariat Kampus Karya
Ø  Judul bisa dari Klien atau dari Kampus Karya
Ø  Pedoman Penulisan dari Klien harus ada, minimal urutan penulisannya
Ø  Judul, Jurusan / Program Studi, Waktu Penyelesaian mempengaruhi Harga
Ø  DP / uang muka minimal 20% dari harga yang telah disepakati
Ø  Pembayaran dapat diangsur per BAB / sesuai kesepakatan

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN
PEMBUATAN MAKALAH – SKRIPSI – TESIS – DISERTASI DI KAMPUS KARYA

  1. Harga tidak mengikat make a deal, tergantung dari jurusan yang diambil, serta tingkat kesulitan. Bisa kurang atau bahkan melebihi harga yang telah tercantum.
  2. Harga tidak termasuk print out kecuali untuk pembuatan makalah.
  3. Pemesanan Makalah – Skripsi – Tesis – Disertasi akan diproses dengan DP minimal 20% dari harga yang telah disepakati.
  4. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer atau face to face.
  5. Pembayaran wajib diangsur untuk setiap BAB yang telah diselesaikan, dengan angsuran minimal 20% dari Total harga yang telah disepakati.
  6. Pembayaran melalui transfer, harus disertai konfirmasi pembayaran melalui SMS / TELEPON ke 085729587732 atau 085729587732.
  7. Klien Kampus Karya dijamin kerahasiaan identitasnya.

Tesis Komunikasi : Program Studi Ilmu Komunikasi



Abstrak

Rulliyanti Puspowardhani. S220905007. Program Studi Ilmu Komunikasi.Riset dan Pengembangan Teori Komunikasi. Komunikasi Antarbudaya dalam Keluarga Kawin Campur Jawa-Cina di Surakarta. Judul penelitian ini menekankan pada kegiatan komunikasi yang terjadi dalam keluarga kawin campur.

Dengan menggunakan pendekatan interpretif, responden yang menjadi obyek penelitian, secara metodologis akan dipahami dan dideskripsikan perilaku komunikasi yang terjadi dalam keluarga beda budaya. Mendukung pendekatan interpretif, digunakan tradisi fenomenologi yang fokus pada pengalaman seseorang, termasuk pengalamannya dengan orang lain, sehingga teori komunikasi antarbudaya lebih dapat dipahami dengan mudah.

Obyek penelitiannya adalah keluarga-keluarga kawin campur dengan beragam variasi dan latar belakang. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan perbandingan dalam mencari dan mengungkap pengalaman setiap individu. Kemudian akan didapat temuan-temuan yang dapat menjadi sumbangan dalam tema komunikasi antarbudaya konteks perkawinan campuran. 

Menghadapi persoalan komunikasi antarbudaya, dalam konteks perkawinan campuran, stereotip dapat mempengaruhi penilaian keluarga besar terhadap seseorang yang akan dijadikan pendamping hidup. Begitu kuatnya hubungan kekeluargaan dalam etnis Cina, sehingga pendapat keluarga selalu dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Diperlukan komitmen luar biasa oleh pasangan kawin campur, sehingga segala bentuk kesalahpahaman dapat lebih mudah teratasi. Termasuk ketika masing-masing pihak melakukan penyesuaian agar perkawinan dapat terjadi dan mendapat lampu hijau dari keluarga besar. Dari upaya ini kemudian dapat ditemukan kesamaan dari etnis Jawa dan etnis Cina.

Baca Selengkapnya Klik Disini



Skripsi Ilmu Perpustakaan



ABSTRAK

Bambang Suryo Putro. Efektivitas Penerapan Sistem Library Automation Project (LAP) pada Perpustakaan Pengguna. Skripsi. Jakarta : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Aplikasi Library Automation Project (LAP) adalah program aplikasi data base perpustakaan yang dibuat dengan menggunakan Software Microsoft Office Access. Fasilitas menu yang disajikan pada aplikasi ini yaitu: Form pengadaan koleksi, pengolahan data koleksi, form data anggota perpustakaan, peminjaman dan pengembalian koleksi (sirkulasi), dan penelusuran koleksi perpustakaan. 

Aplikasi Library Automation Project (LAP) setidaknya sudah digunakan oleh 7 perpustakaan yang meliputi Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Universitas dan Perpustakaan Departemen. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Perpustakaan Sekolah Islam Fitrah Al-Fikri Depok, Perpustakaan Universitas Satyagama Jakarta Barat dan Perpustakaan Departemen Perdagangan RI Jakarta.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ..................................................

Baca Selengkapnya Klik Disini



Makalah Partai Politik



Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi[i]. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.

Baca Selengkapnya Klik Disini



Jurnal Edukasi@Elektro Vol. 5, No. 1, Maret 2009



Perkembangan teknologi pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan teknologi pada umumnya. Berbagai perangkat pendidikan dan sarana pendidikan yang modern turut mendukung optimalisasi proses pembelajaran, baik di tingkat sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi banyak menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan dalam pembelajaran, yang memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi pembelajaran dari proses penyajian berbagai pengetahuan menjadi proses bimbingan dalam melakukan eksplorasi individual terhadap ilmu pengetahuan. Di samping itu juga sangat dimungkinkan perubahan paradigma dari filosofi pembelajaran berpusat kepada guru/dosen (teachers centered) menjadi pembelajaran berpusat pada siswa/mahasiswa (student centered).

Di lihat dari dasar filosofi, pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk penyampaian pesan/informasi sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan minat serta perhatian peserta didik. Dalam proses pembelajaran, pengembangan materi/bahan ajar dapat melalui berbagai cara, salah satunya adalah pengembangan bahan ajar dengan optimalisasi media. 

Media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam proses pembelajaran sering diistilahkan media pembelajaran. Berbagai upaya untuk menumbuhkan kreativitas dan motivasi guru dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Diharapkan agar program pembelajaran yang direncanakan selayaknya berdasarkan kebutuhan dan karakteristik mahasiswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku mahasiswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Baca Selengkapnya Klik Disini

Artikel : PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI


Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.[2]


          Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu dengan Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan Kedua pada tahun 2000, Perubahan Ketiga pada tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada tahun 2002. Dengan adanya perubahan-perubahan empat kali itu, jumlah materi ketentuan yang semula hanya terdiri atas 71 butir ketentuan atau 71 butir rumusan ayat atau pasal, bertambah menjadi 199 butir ketentuan. Dalam keseluruhan materi ketentuan yang berjumlah 199 butir itu, hanya 25 butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan atau masih sebagaimana aslinya pada saat disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan selebihnya sebanyak 174 butir merupakan materi ketentuan yang sama sekali baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hanya dengan empat kali perubahan, meskipun nama Undang-Undang Dasar ini masih menggunakan nama lama, tetapi isinya telah mengalami perubahan mendasar dalam jumlah yang berlipat-lipat ganda, yaitu 25 berbanding 174 butir ketentuan.

          Hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam rangka perubahan-perubahan itu ialah bahwa sekarang, konstitusi yang diberi nama resmi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 ini, menyediakan mekanisme agar norma-norma hukum dasar yang terkandung di dalamnya dapat dijalankan diawasi pelaksanaannya oleh lembaga peradilan yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga yang menetapkan dan/atau mengubah Undang-Undang Dasar, tetapi setelah ditetapkan Mahkamah Konstitusi lah yang ditugaskan untuk mengawalnya. Bahkan jikalau sekiranya dalam rumusan ketentuan UUD itu terdapat kekurangan atau ketidak-jelasan disana-sini, Mahkamah Konstitusi lah yang diberi kewenangan untuk menentukan tafsir yang tepat mengenai hal itu. Karena itu, Mahkamah Konstitusi di berbagai negara biasa disebut sebagai pengawal dan penafsir konstitusi atau “the guardian and the sole and the highest interpreter of the constitution”.

          Hanya saja, harus dipahami bahwa pelaksanaan pengawalan dan penafsiran Undang-Undang Dasar itu oleh Mahkamah Konstitusi dilakukan bukan dengan cara yang tersendiri, melainkan melalui media putusan atas perkara-perkara yang diadilinya. Yang dapat diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi adalah perkara-perkara konstitusi yang berkaitan (i) pengujian konstitusionalitas undang-undang; (ii) sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara; (iii) perselisihan hasil pemilihan umum; (iv) pembubaran partai politik; dan (v) pendapat DPR dalam rangka penuntutan pertanggungjawaban untuk pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945. Putusan-putusan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan kelima jenis kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut pada pokoknya merupakan wujud konkrit dari fungsi pengawalan dan penafsiran yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap hukum dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

          Baca Selengkapnya Klik Disini



[1] Sambutan dalam rangka Temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan Pejabat Pemerintah Daerah se-Indonesia tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jakarta, 7-9 April 2005.
[2] Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Makalah Fiqh Ibadah


Kiblat berasal dari bahasa Arab ( قبلة ) adalah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Ka’bah juga sering disebut dengan Baitullah (Rumah Allah). Menghadap arah Kiblat merupakan suatu masalah yang penting dalam syariat Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu. 

Pada awalnya, kiblat mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa Jerusalem di Palestina, namun pada tahun 624 M ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, arah Kiblat berpindah ke arah Ka’bah di Makkah hingga kini atas petunjuk wahyu dari Allah SWT. Beberapa ulama berpendapat bahwa turunnya wahyu perpindahan kiblat ini karena perselisihan Rasulullah SAW di Madinah.

Menghadap ke arah kiblat menjadi syarat sah bagi umat Islam yang hendak menunaikan shalat baik shalat fardhu lima waktu sehari semalam atau shalat-shalat sunat yang lain. Kaidah dalam menentukan arah kiblat memerlukan suatu ilmu khusus yang harus dipelajari atau sekurang-kurangnya meyakini arah yang dibenarkan agar sesuai dengan syariat.

Baca Selengkapnya Klik Disini

Jurnal “MEKTEK” TAHUN VII NO. 3, SEPTEMBER 2005


Muhammad Nadjib Massikki **


Meningkatnya Fasilitas dan perekonomian Kota akan menimbukan pertambahan penduduk dengan menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk datang kekawasan perkotaan dengan tujuan mencari lapangan pekerjaan.

Kebutuhan akan papan bagi masyarakat dikawasan pusat kota sebagai suatu kebutuhan dasar, sementara pemenuhan sarana dan prasaranapada suatu lingkungan permukiman seharusnya dapat memenuhi kriteria perencanaan yang meliputi : Sarana Pendidikan, Sarana kesehatan, sarana perinadatan, pelayanan umum dan Open space (ruang terbuka) Prasarana Jalan ( baik lokal atau lingkungan ), saluran air bersih, Drainase, tempat pembuangan sampah, serta jaringan listrik dan jaringan telepon.

Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan permukiman padat di kawasan pusat kota adalah melalui optimalisasi fungsi Sarana dan Prasarana lingkungannya yang akan berdampat pada aspek ekonomi, dimana semakin dekat suatu kelompok masyarakat penghuni terhadap sarana dan prasarana ( Infra Structure ) maka semakin sering mereka mendatangi sarana dan prasarana tersebut ( Roestam, 1992)

Baca Selengkapnya Klik Disini



Artikel : Kualitas Pelayanan


Adanya komitmen pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi diwujudkan dengan penyederhanaan prosedur perijinan melalui penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu satu pintu, namun prakteknya belum memenuhi keinginan masyarakat, sehingga perlu adanya perencanaan dalam perbaikan pelayanan perijinan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

Tujuan Penelitian untuk membandingkan antara kondisi pelayanan perijinan dengan standar pelayanan minimal, menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perijinan, membandingkan harapan dan penilaian masyarakat terhadap pelayanan perijinan serta menyusun perencanaan peningkatan kualitas pelayanan perijinan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survey.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ..........................

Baca Selengkapnya Klik Disini


Skripsi Teknil Sipil

ANALISA JEMBATAN COMPOSITE GELAGAR KAYU LANTAI BETON


ABSTRAK

Jembatan adalah sarana transportasi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi dan pembuang, jalan yang melintang tidak sebidang, dan lain-lain.

Salah satu jenis jembatan adalah jembatan komposit. Biasanya jembatan komposit yang banyak digunakan sebagai konstruksi jembatan adalah memakai gelagar baja. Dalam tugas akhir ini mengambil judul Analisa Jembatan Komposit Gelagar Kayu Lantai Beton dengan perantara alat sambung geser ,sehingga mampu bereaksi terhadap beban kerja sebagai satu kesatuan.

Maksud dari perencanaan jembatan ini adalah untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk yang sesuai, efisien serta mempunyai fungsi estetika. Dalam hal ini penting pula bagi kita bila sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan untuk mencermati beban-beban yang akan bekerja disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

Pengetahuan akan teknik jembatan dan pengalaman praktis di lapangan juga memiliki nilai masukan yang sangat berarti. Sesederhana apapun strukur dalam perencanaan dan pembuatannya perlu memperhatikan ilmu gaya (mekanika), beban yang bekerja, kelas jembatan beserta peraturan teknis dan syarat-syarat kualitas (checking).

Dari hasil analisa dan perhitungan jembatan komposit ini akan diperoleh beban maksimal yang dapat ditahan oleh balok komposit kayu beton, tegangan lentur yang terjadi akibat adanya beban maksimum , dan juga untuk mengetahui besarnya lendutan.

Baca Selengkapnya Klik Disini

Skripsi Ekonomi (Akuntansi Akrual)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 
TINGKAT PENERAPAN AKUNTANSI AKRUAL PADA PEMERINTAH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan bukti empiris mengenai tingkat penerapan akuntansi akrual pada pemerintah khususnya pada tingkat satuan kerja dan menguji berbagai faktor yang ada pada satuan kerja tersebut mulai dari faktor sumber daya manusia, faktor organisasional dan faktor situasional lainnya yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat penerapan akuntansi akrual.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan survei kuesioner. Kuesioner disampaikan kepada 156 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dari satuan kerja-satuan kerja di wilayah kerja KPPN Semarang I. Sebanyak 58 kuesioner kembali dan 49 kuesioner (31,41%) diisi dengan lengkap dan dapat diolah. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. 

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ...........................................

Baca Selengkapnya Klik Disini



Artikel Hukum (Peran dan Fungsi Mahkamah Konstitusi)


Menjaga Konsistensi Aturan Konstitusi:
Peran dan Fungsi Mahkamah Konstitusi*
M. Akil Mochtar**

PENDAHULUAN
Ide konstitusionalisme (constitutionalism) adalah gagasan bahwa negara (government) bisa dan harus dibatasi kekuasaannya dengan menetapkan kerangka aturan main dalam suatu bentuk peraturan yang memiliki kasta paling tinggi. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar didaulat menjadi aturan tertinggi dalam suatu negara (the supreme law of the land). Konstitusi menjadi dasar acuan utama yang membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara dengan menetapkan kewenangan dan tugas dari tiap-tiap lembaga negara serta mengatur tentang hubungan tata kerja antar lembaga negara tersebut. Dalam konstruksi klasik pembagian kewenangan lembaga negara, maka yang biasa mengemuka adalah teori Trias Politica. Teori yang dicetuskan oleh Montesquieu ini menjadi acuan, atau paling tidak sebagai pembanding, atas penerapan pembagian kekuasaan dan hubungan lembaga negara dalam praktek kenegaraaan di berbagai negara, meskipun sekarang banyak variasi yang muncul dari teori klasik ini. Namun, ide konstitusionalisme tidak lantas diasosiasikan dengan Montesquieu sebagai pencetus awalnya. Tidak ada literatur yang menyebutkan dengan pasti siapa pencetus awal gagasan konstitusionalisme ini. Namun, banyak kalangan menyebut John Locke dan founding fathers Amerika Serikat sebagai mereka yang menggagas dan menerapkan ide konstitusionalisme ini.[1]
Lalu, apa kaitannya konstitusionalisme dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan konsistensi konstitusional? Tulisan ini akan memaparkan keterkaitan antara 3 (tiga) konsep tersebut dengan memaparkan mengenai konstitusi Indonesia (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya UUD 1945) dan fungsi MK sebagai penafsir dan penjaga konstitusi melalui pelaksanaan kewenangan dan kewajibannya.  

KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Sejatinya, dalam surat permohonan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengajukan topik diskusi dengan judul “Konsistensi Konstitusional untuk Menegakkan Supremasi Hukum dalam Rangka Ketahanan Nasional”.[2] Berangkat dari frasa “konsistensi konstitusional”, tertangkap sebuah konsep besar yang selaras dengan gagasan konstitusionalisme, sebagaimana telah dibahas sedikit dalam pendahuluan. Secara implisit, maksud dari frase “konsistensi konstitusional” yang diajukan oleh Lemhannas ini adalah bahwa peraturan perundang-undangan dan praktek ketatanegaraan haruslah selaras dengan aturan-aturan konstitusi. Setiap lembaga negara, terutama pemerintah, harus dibatasi kekuasaannya dengan menetapkan tugas dan kewenangannya dalam koridor konstitusional. UUD menjadi cermin yang merefleksikan bagaimana susunan dan kedudukan lembaga-lembaga negara itu ditata serta bagaimana ketentuan-ketentuan pada peraturan perundang-undangan taat asas dengan UUD.
Konstitusi Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikan itu lahir dari uniknya Indonesia yang memiliki karakter Pancasila sebagai jati diri dan cara pandang terhadap bangsa. Konstitusi memegang peranan yang lebih bersifat ideologis dengan mengekspresikan nilai-nilai dan jati diri kebangsaan suatu bangsa, secara tersurat maupun tersirat. Bagi Indonesia, nilai-nilai bersama dan jati diri khusus dari bangsa Indonesia adalah Pancasila. Soekarno mendeskripsikan Pancasila sebagai
… satu Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke hanyalah dapat bersatu padu diatas daras Pancasila itu. …Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai karakter sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain sebagainya. (Soekarno, 1958)      
Perumusan nilai-nilai Pancasila sehingga menjadi ideologi bangsa digali dari pribadi dan jati diri bangsa. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan menjiwai seluruh norma yang terdapat dalam batang tubuh konstitusi. Pancasila adalah roh dari konstitusi dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UUD 1945, yang didalamnya terkandung nilai-nilai Pancasila, memiliki gagasan konstitusionalisme yang sangat kuat terbaca dalam tiap-tiap pasalnya. Yang paling utama adalah pernyataan eksplisit pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Selain itu, Pasal 1 ayat (3) menegaskan ketentuan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Sebelum Perubahan UUD, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Ketentuan konstitusional ini memberi mandat penuh kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk melaksanakan kedaulatan rakyat secara penuh. Dengan demikian, MPR menjelma menjadi super parliamentary body yang menentukan arah kebijakan dan haluan negara. MPR juga diberikan kewenangan untuk menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang berisikan program kerja pemerintahan dan lembaga negara selama 5 (lima) tahun atau satu periode kekuasaan pemerintah.[3] Secara tidak langsung, MPR dikala itu dapat dikatakan sebagai lembaga yang paling berwenang untuk menafsirkan UUD melalui penetapan GBHN dan ketetapan-ketetapan MPR lainnya. Performa lembaga-lembaga negara diukur dari tingkat efektifitas lembaga tersebut menjalankan GBHN.  Bahkan, Penjelasan UUD mengatur secara khusus hubungan antara MPR dengan Presiden dengan menyebutkan bahwa “… Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis.”[4]
Perubahan UUD 1945 membawa dampak signifikan bagi rancang-bangun sistem ketatanegaraan Indonesia. Gagasan konstitusionalisme makin kuat terpolakan dalam Perubahan UUD dengan pembatasan kekuasaan pemerintah dan pengaturan pola hubungan antar lembaga negara. Keberadaan model lembaga tertinggi negara tidak lagi dianut sehingga kewenangan MPR terpangkas. Model hubungan kelembagaan yang bersifat “horizontal fungsional” adalah yang dipilih dengan adanya perubahan UUD 1945. Dengan demikian, mekanisme saling mengawasi dan dalam kedudukan yang setimbang (checks and balances mechanism) lebih ditekankan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan. Masing-masing lembaga negara diberi mandat konstitusional akan tugas dan kewenangannya. Mekanisme saling keterhubungan antar lembaga negara untuk menjalankan mekanisme pengawasan pun diatur lebih rigid. Misalnya, keterhubungan antara DPR dan Presiden dalam pola penyusunan Undang-undang telah diatur sedemikian rupa dalam mekanisme konstitusional yang tercantum dalam pasal-pasal UUD.[5]
Lembaga-lembaga negara baru (yaitu: Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah, dan Komisi Yudisial), sebagai imbas dari adanya Perubahan UUD 1945, dibentuk. Keberadaan lembaga-lembaga negara ini adalah untuk mengakomodir penerapan pola sistem ketatanegaraan yang baru.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi, sendiri, pada awalnya berangkat dari semangat para anggota MPR untuk menyusun proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya (impeachment/pemakzulan) agar melalui forum hukum terlebih dahulu dan tidak hanya dihakimi dalam forum politik, layaknya yang terjadi pada proses pemakzulan sebelum Perubahan UUD 1945 (contoh kasus: pemberhentian Presiden Abdurahman Wahid). Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”. Selain menjadi lembaga yang menghakimi pendapat DPR atas pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden, MK juga diberikan kewenangan lainnya yaitu : (i) menguji Undang-Undang terhadap UUD; (ii) memutus sengketa kewenangan lembaga negara; (iii) memutus pembubaran partai politik; dan (iv) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.  
Kewenangan dan kewajiban konstitusional MK tersebut adalah untuk menjaga agar kehidupan ketatanegaraan tidak menyimpang dari norma-norma konstitusi. Berikut ini akan diuraikan satu persatu kewenangan dan kewajiban konstitusional dikaitkan dengan maksud dari pelaksanaan kewenangan dan kewajiban tersebut dengan peranan MK sebagai penjaga Konstitusi (the Guardian of the Constitution).
a.       Pengujian UU terhadap UUD
Pengujian undang-undang dimaksudkan untuk menjaga agar undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan pelaksanaannya oleh pemerintah tidak menyimpang dari nilai-nilai konstitusional dan melanggar hak-hak konstitusional warga negara. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, lembaga legislatif berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat. Namun, layaknya sebuah sistem demokrasi, lembaga legislatif tidak mutlak mencerminkan kehendak rakyat secara keseluruhan. Suara mayoritas sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan di lembaga legislatif sehingga tidak jarang bila suara mayoritas dapat merugikan hak-hak konstitusional warga negara, terutama dari kelompok minoritas. Dengan adanya pengujian Undang-undang terhadap UUD maka dimungkinkan adanya mekanisme untuk menjaga agar nilai-nilai konstitusional tidak terlanggar oleh adanya aturan undang-undang yang dihasilkan dengan keputusan suara mayoritas.
Dimandatkannya kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD dimaksudkan bahwa MK berperan sebagai penyeimbang bilamana suara mayoritas dalam parlemen mencerminkan dominasi kepentingan dalam pengambilan keputusan pembentukan UU. Kelompok-kelompok minoritas yang aspirasinya tidak tertampung dalam pembentukan UU, kemungkinan akan diperparah dengan terpinggirkannya kelompok minoritas tersebut dengan berlakunya UU. Oleh karenanya, kelompok minoritas itu menderita “kerugian konstitusional”. UU MK (UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi) menyebutkan pihak-pihak yang berhak menjadi pemohon dalam perkara pengujian UU terhadap UUD mencerminkan keterwakilan golongan minoritas.[6]
Tentunya, terdapat perdebatan panjang mengenai bagaimana suara 9 (sembilan) orang hakim konstitusi dapat membatalkan ketentuan yang telah disepakati bersama oleh Presiden dan DPR serta telah melalui proses persetujuan oleh sidang pleno DPR yang beranggotakan kurang lebih 500 orang. Perdebatan ini setidaknya berkutat tentang prinsip mana yang lebih dianut dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu antara prinsip nomokrasi (kedaulatan nilai) yang diwakili oleh MK dengan prinsip demokrasi (kedaulatan rakyat) yang diwakili oleh parlemen. MK dalam putusan nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Permohonan Keberatan atas Keputusan KPU Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 11 November tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 berpendapat :
…asas kedaulatan rakyat (demokrasi) selalu dikaitkan dengan asas negara hukum (nomokrasi) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai konsekuensi logisnya, demokrasi tidak dapat dilakukan berdasarkan pergulatan kekuatan-kekuatan politik an sich, tetapi juga harus dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum. Oleh sebab itu, setiap keputusan yang diperoleh secara demokratis (kehendak suara terbanyak) semata-mata, dapat  dibatalkan oleh pengadilan jika di dalamnya terdapat pelanggaran terhadap nomokrasi (prinsip-prinsip hukum) yang bisa dibuktikan secara sah di pengadilan.”
Prinsip lembaga peradilan yang bersifat pasif harus tetap dijunjung oleh MK. Para pencari keadilan-lah yang pro-aktif memohon kepada MK untuk mengadili suatu ketentuan UU yang dianggap telah melanggar hak konstitusional pencari keadilan itu. Dan karena sifat UU adalah erga omnes (berlaku untuk semua) maka pembatalan atas suatu ketentuan UU oleh MK, meski diajukan oleh golongan minoritas bahkan perorangan, juga bersifat erga omnes. Sebagai contoh adalah putusan MK mengenai pembatalan ketentuan persyaratan yang melarang mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR, DPD dan DPRD.[7] Perkara ini diajukan oleh perorangan warga negara yang kesemuanya berjumlah 28 orang. Meskipun MK berpendapat bahwa hanya 13 dari 28 orang pemohon yang memenuhi kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan perkara ini, namun putusan MK yang bersifat erga omnes tidak hanya mengikat 13 orang pemohon yang memenuhi legal standing. Putusan MK yang membatalkan ketentuan UU mengenai pelarangan mantan anggota PKI untuk menjadi anggota DPR, DPD dan DPRD berlaku untuk semua orang dan mengikat sejak putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka.
Secara teoritis, tiap putusan lembaga peradilan harus dihormati dan dijalankan. Meskipun putusan tersebut tidak terlepas dari wacana kontroversi dan perdebatan ditengah masyarakat namun kondisi ini haruslah dianggap sebagai bagian dari dinamika masyarakat dan bejana ukur untuk melihat tingkat kesadaran hukum masyarakat.      
Perkara pengujian UU menjadi perkara yang paling banyak diterima oleh MK. Menurut data dari perkembangan perkara pengujian UU, secara keseluruhan telah diterima sebanyak 370 perkara. Dari keseluruhan penerimaan perkara tersebut, MK telah memutus sebanyak 321 perkara dan mengabulkan 85 diantaranya. (lihat tabel 1)

tabel 1.
Rekapitulasi Perkara Pengujian Undang-Undang Terhadap UUD, Tahun 2003 s.d 05 Juli 2011

No.
Tahun

Terima
Jumlah
Putus
Ketetapan
Jumlah Putusan
Kabul
Tolak
Tidak Diterima
Tarik Kembali
 1
 2003

 24
 24
 0
 0
 3
 1
 4
 2
 2004

 27
 47
 11
 9
 11
 4
 35
 3
 2005

 25
 37
 10
 14
 4
 0
 28
 4
 2006

 27
 36
 8
 8
 11
 2
 29
 5
 2007

 30
 37
 4
 11
 7
 5
 27
 6
 2008

 36
 46
 10
 12
 7
 5
 34
 7
 2009

 78
 90
 15
 17
 12
 7
 51
 8
 2010

 81
 120
 18
 22
 16
 5
 61
 9
 2011

 42
 101
 9
 13
 23
 7
 52
Jumlah
370
-
85
106
94
36
321

b.       Memutus Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara
Salah satu dampak dari perubahan konstitusi adalah dihapuskannya konsep lembaga tertinggi negara. MPR difungsikan sebagai lembaga negara setara dengan lembaga-lembaga negara lain yang disebut dalam konstitusi. Imbas dari tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara adalah kebutuhan untuk mengatur mekanisme bilamana ada sengketa kewenangan antar lembaga negara.
Fungsi konstitusi adalah memandatkan tugas dan kewenangan kepada lebaga-lembaga negara secara seimbang serta menciptakan mekanisme kontrol antar lembaga-lembaga tersebut. Paling tidak, itulah ide dasar dari konstitusionalisme yaitu menciptakan aturan main dalam pelaksanaan sistem ketatanegaraan yang tertuang dalam konstitusi. Aturan konstitusional tersebut mendiskripsikan kewenangan dari masing-masing lembaga dengan tujuan untuk membatasi kemungkinan penggunaan kewenangan dan kekuasaan secara semena-mena. Dalam kutipan klasik yang telah menjadi demikian populer dari Lord Acton secara tepat mengatakan bahwa “power tends to corrupt”. Maka, untuk meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan, aturan main ketatanegaraan dalam pengaturan konstitusional dibuat segamblang mungkin.
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih ada lubang untuk kemungkinan bahwa akan ada tumpang tindih atau perebutan kewenangan antar lembaga negara. Hal ini, dimungkinkan karena adanya interpretasi berbeda dalam menafsirkan kewenangan konstitusional oleh masing-masing lembaga negara. Bila masing-masing lembaga berhak untuk menafsirkan ketentuan konstitusional akan tugas dan kewenangannya maka yang terjadi adalah adanya kemungkinan untuk berkelindannya tugas antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lain. Saling tarik menarik kewenangan akan menciptakan sistem ketatanegaraan tidak berjalan dengan lancar. Contohnya adalah tarik menarik kewenangan antara DPD yang tidak dilibatkan dalam pemberhentian dan pengangkatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan oleh DPR ditahun 2004.[8]  
Oleh sebab itu, diberikannya kewenangan untuk memutus sengketa antar lembaga negara kepada Mahkamah Konstitusi adalah untuk melerai perselisihan yang terjadi. Sifat kelembagaan MK sebagai lembaga peradilan untuk memutus sengketa adalah tepat, karena lembaga peradilan haruslah menjunjung tinggi prinsip independensi dan netralitas. Selain itu, proses penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara juga merupakan bagian dari proses penafsiran konstitusi atas mandat kewenangan konstitusional yang diberikan pada tiap-tiap lembaga negara. Secara tidak langsung, dalam memutus sengketa kewenangan lembaga negara, MK akan mendalami dan menafsirkan ketentuan konstitusional yang menjadi focal point dari perselisihan antar lembaga negara tersebut. Dengan demikian, perselisihan antar lembaga karena adanya beda tafsir dari masing-masing lembaga diselesaikan oleh MK dengan memberikan tafsir resmi atas ketentuan konstitusional untuk melerai sengketa. Hal ini sejalan dengan peranan MK untuk menjaga nilai-nilai konstitusi.
Dalam rangka penanganan perkara sengketa kewenangan lembaga negara, hingga kini MK telah menerima 15 perkara. Dari keseluruhan perkara tersebut, MK telah memutus sebanyak 13 perkara dan tidak ada satu putusan dari MK yang mengabulkan permohonan pemohon. (lihat tabel 2)
tabel 2.
Rekapitulasi Perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara, Tahun 2003 S.D 05 Juli 2011


No.
Tahun

Terima
Putus
Jumlah Putusan
Kabul
Tolak
Tidak Diterima
Tarik Kembali
 1
 2003

 0
 0
 0
 0
 0
 0
 2
 2004

 1
 0
 1
 0
 0
 1
 3
 2005

 1
 0
 0
 0
 0
 0
 4
 2006

 4
 0
 0
 2
 1
 3
 5
 2007

 2
 0
 1
 1
 0
 2
 6
 2008

 3
 0
 0
 2
 2
 4
 7
 2009

 0
 0
 0
 1
 0
 1
 8
 2010

 1
 0
 0
 0
 0
 0
 9
 2011

 3
 0
 0
 2
 0
 2

15
0
2
8
3
13
 
c.       Memutus pembubaran partai politik
Partai politik digadang sebagai wahana kontemporer yang paling pas untuk menunjang sistem demokrasi. Namun disisi lain, negara pun harus mengatur kebebasan berserikat dan mengungkapkan pendapat sebagai hak konstitusional partai politik. Ukuran yang diterapkan negara untuk “mengatur” hak dan kebebasan partai politik haruslah dalam porsi yang tepat, sehingga aturan tersebut tidak untuk “menekan” atau tidak pula terlalu “longgar”. Aturan itu harus dibuat dalam ukuran porsi konstitusional sesuai dengan bejana ketentuan Konstitusi. Disinilah peran MK untuk mencari keseimbangan antara hak konstitusional partai politik untuk mengekspresikan kebebasan berserikat dan berkumpul dengan kebijakan negara untuk mengatur sistem kepartaian dan mencari format demokrasi yang baik bagi jalannya roda pemerintahan.
Dengan berkembangnya ide konstitusionalisme, konstitusi menjadi sumber utama untuk melihat bagaimana pola rancang-bangun partai politik itu disusun dalam norma-norma konstitusi. Namun, merancang bangun atau mengatur  partai politik bukanlah hal yang mudah sebab karakter dasar unik yang dimiliki oleh partai politik. Pencantuman kata “partai politik” atau bahkan pengaturan partai politik secara eksplisit, di konstitusi beberapa negara, telah mengukuhkan pengakuan konstitusional akan peranan dan kedudukan partai politik pada sistem ketatanegaraan. Kedudukan partai politik yang pengaturannya -atau paling tidak hanya peranannya- disebut dalam konstitusi serta peranan idealnya dalam sistem demokrasi menegaskan bahwa partai politik memiliki kedudukan konstitusional yang tinggi dalam sistem ketatanegaraan.
Disisi lain, dengan adanya MK sebagai lembaga yang berwenang memutus pembubaran partai politik maka pemerintah tidak dapat secara sepihak atau sewenang-wenang membubarkan partai politik yang merupakan pengejawantahan dari kebebasan berekspresi untuk berserikat dan berkumpul dari setiap warga negara. Namun, hak prerogatif tetap dimiliki oleh pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang berhak berlaku sebagai pemohon. Dalam pengajuan permohonan pembubaran partai politik, pemerintah harus menyebutkan secara jelas dalam permohonannya bahwa ideologi, tujuan, asas, program atau kegiatan yang dilakukan oleh partai politik telah melanggar nilai-nilai konstitusi. Bayangkan, bila kran pihak yang berhak menjadi pemohon dibuka sebesar-besarnya maka internal kader partai yang berseteru dapat saja mengajukan pembubaran partai politik ke MK atau juga lawan politik dari partai politik yang saling bersitegang.   
d.       Memutus perselisihan hasil pemilihan umum
Mahkamah Konstitusi selain sebagai penjaga konstitusi juga adalah pengawal demokrasi. Kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum yang dimandatkan konstitusi mencerminkan bahwa MK adalah pengawal demokrasi.
Ketidakpuasan para peserta pemilu atas penghitungan hasil suara yang diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum dapat disalurkan melalui Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, prosedur mekanisme penyelesaian perselisihan hasil pemilu ini tidak dikenal dalam sistem pemilu Indonesia. Perubahan konstitusi kemudian mengakomodasi mekanisme banding atas kesalahan penghitungan hasil suara pemilu dengan membebankan kewenangan tersebut diatas pundak Mahkamah Konstitusi.
Pemilihan umum di Indonesia yang diselenggarakan rutin, setiap 5 (lima) tahun sekali, adalah untuk memilih anggota legislatif dan Presiden. Yang disebutkan dengan anggota legislatif adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik di Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pemilihan anggota legislatif ini dilakukan secara serentak. Peserta pemilu adalah partai politik (untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD) dan perseorangan (untuk pemilihan anggota DPD).
Namun, MK tidak hanya berkutat dalam urusan mengadili sengketa hasil pemilu legislatif dan Presiden. MK juga mengadili sengketa hasil pemilu kepala daerah (pemilukada). Dalam putusan MK nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Permohonan Keberatan atas Keputusan KPU Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 11 November tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, diungkapkan bahwa :  
“Mahkamah berwenang juga untuk mengawal tegaknya demokrasi seperti yang diatur di dalam konstitusi yang dalam rangka mengawal tegaknya demokrasi itu harus juga menilai dan memberi keadilan bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dalam pelaksanaan demokrasi, termasuk penyelenggaraan Pemilukada…”
Sejak ditetapkannya Undang- undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perselisihan hasil pemilukada yang semula menjadi wewenang Mahkamah Agung (MA) dialihkan ke MK paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak UU tersebut ditetapkan. Untuk melaksanakan pasal 236C UU tersebut, Ketua MA dan Ketua MK menandatangani Berita Acara Pengalihan Wewenang Mengadili, pada 29 Oktober 2008. Dengan demikian, kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilukada baru berjalan efektif sejak pelimpahan kewenangan dari MA tersebut.
Sejak tahun 2008, penyelesaian perselisihan hasil pemilukada telah banyak menyita perhatian dan konsentrasi dari MK. Hal ini disebabkan oleh sempitnya waktu yang dibatasi oleh UU untuk penyelesaian perselisihan hasil pemilu oleh MK, yaitu selama 14 hari kerja. Secara keseluruhan, ada 337 perkara penyelesaian sengketa hasil pemilukada yang diterima MK sejak tahun 2008 hingga saat ini (lihat tabel 3). Setiap perkara tersebut adalah untuk wilayah provinsi, Kabupaten atau kota yang berbeda-beda. Bila menurut data dari Departemen Dalam Negeri tahun 2010, jumlah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia ada 535, yang terdiri 33 Propinsi dan 532 gabungan Kabupaten dan Kota,  maka dapat diasumsikan bahwa selama tiga tahun terakhir penyelenggaraan pemilukada di Indonesia, sekitar 60% dari penyelenggaraan pemilukada, para peserta pemilu merasa tidak puas dengan hasil penghitungan suara. Namun, bila mencermati putusan MK atas perkara sengketa hasil pemilukada, hanya 36 dari 337 perkara dimana MK mengabulkan permohonan pemohon. Ini berarti hanya kurang dari 5% dari keseluruhan perkara sengketa pemilukada yang hasil akhir penghitungan pemilukada oleh KPUD dianulir oleh MK.
tabel 3.

No.
Tahun

Terima
Putus
Putus
Jumlah Putusan
Kabul
Tolak
Tidak Diterima
Tarik Kembali
1
 2008

 27
 3
 12
 3
 0
 18
 2
 2009

 3
 1
 10
 1
 0
 12
 3
 2010

 230
 26
 149
 45
 4
 224
 4
 2011

 77
 6
 53
 18
 0
 77

337
36
224
67
4
331

e.       Memutus pendapat DPR atas pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden
Sebelum Perubahan UUD, mekanisme pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden adalah kepada MPR. Dalam model ketatanegaraan lama, dikonstruksikan bahwa Presiden adalah mandataris MPR. Presiden harus menjalankan garis-garis besar program pembangunan yang disusun oleh MPR sebagaimana dituangkan dalam GBHN. Bila presiden melanggar GBHN dan ketetapan-ketetapan MPR lain maka Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan.
Kini, telah berlaku model mekanisme ketatanegaraan baru dalam hal pertanggungjawaban Presiden dan/atau Wakil Presiden. Perubahan UUD 1945 menetapkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Hal ini membawa konsekuensi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat. DPR diberikan peranan untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dalam mejalankan fungsinya untuk mengawasi pemerintah, DPR memiliki kewenangan untuk mengajukan pendapat untuk pemberhentian Presiden. Alasan-alasan untuk pemberhentian Presiden ditetapkan secara jelas dalam konstitusi. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan “… apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”. Pendapat DPR tersebut diajukan kepada MPR dengan sebelumnya diuji terlebih dahulu melalui forum hukum.[9] MK menjadi forum hukum yang dipilih untuk menguji pendapat DPR tersebut. Pendapat DPR yang diajukan beserta bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diuji oleh Mahkamah Konstitusi. Aturan konstitusional menjadi standar acuan bagi MK untuk memutus keabsahan pendapat tersebut apakah terbukti secara hukum atau tidak. Dalam konteks ini, maka MK juga akan melakukan penafsiran konstitusional atas hal-hal yang menjadi alasan atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh DPR. Tidak dipungkiri bahwa ada variabel-variabel yang menjadi ukuran konstitusional alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden itu amatlah “longgar” sehingga membutuhkan proses penafsiran. Contohnya, tidak disebut secara jelas dalam aturan konstitusional mengenai batasan yang dimaksud dengan “perbuatan tercela”. Bila DPR mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan alasan telah melakukan “perbuatan tercela” maka MK harus memberi tafsir konstitusional atas definisi “perbuatan tercela” tersebut dan mengukur bukti-bukti yang diajukan oleh DPR apakah memenuhi ukuran konstitusional bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan “perbuatan tercela”.      
Dengan demikian, aturan konstitusional dapat dijalankan secara konsisten dengan menciptakan mekanisme dan sistem yang diperuntukkan sebagai penjaga konstitusi. MK adalah lembaga yang dimandakan untuk melakukan peranan sebagai “penjaga”, namun tidak berarti bahwa MK menjadi lembaga yang superior. Dalam konteks kedudukan lembaga negara, sistem ketatanegaraan Indonesia dirancang agar lembaga-lembaga negara memiliki posisi yang setara. Tidak ada lembaga negara yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding lembaga negara konstitusional lainnya. Dalam konteks peranan lembaga negara, masing-masing didesain untuk memainkan peranan yang berbeda dalam kewenangan yang dibatasi oleh konstitusi. MK bisa diibaratkan seperti seorang wasit dalam sebuah pertandingan olahraga. Kedudukan wasit dikonstruksikan setara dengan atlet yang bermain namun memiliki peranan yang berbeda dengan para atlet dilapangan.

SIMPULAN
Indonesia memiliki jati diri yang unik. Falsafah Pancasila adalah wahana cara pandang bangsa Indonesia untuk melihat bangsa Indonesia kedalam (antara negara dan rakyat) maupun keluar (dengan negara-negara lain). Rumusan Pancasila yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 menjadi ruh dari batang tubuh UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa dipertahankan dan dijalankan dalam aturan konstitusi. Oleh karenanya, penerapan aturan konstitusi secara konsisten bertujuan untuk menjaga dan menciptakan keutuhan bangsa.
Bahaya inkonsistensi penerapan aturan konstitusi bisa mengancam keutuhan bangsa. Bila peraturan perundang-undangan diterapkan tidak selaras dengan nilai-nilai konstitusi maka kemungkinan akan terjadi chaos dan ketidakpastian hukum. Bila tidak ada institusi yang memutus perselisihan hasil pemilu, kemungkinan munculnya mobokrasi tidak terelakkan. Ketidakpuasan akan hasil pemilu, terlebih bila pemilu itu diwarnai oleh pelanggaran dan kecurangan, dengan mudahnya akan menyulut api perpecahan terutama di masyarakat Indonesia yang belum dewasa dalam berdemokrasi.   
Konsep konsistensi konstitusional selaras dengan gagasan konstitusionalisme yang dianut UUD 1945. Ide konstitusionalisme melandasi penyusunan sistem dan mekanisme ketatanegaraan yang dikonstruksikan oleh UUD. Tiap-tiap lembaga negara diberikan mandat konstitusional berupa tugas dan kewenangan yang menjadi peran yang harus dilaksanakannya.
MK diberikan kewenangan-kewenangan yang menjadikan dirinya sebagai penjaga dan pengawal konstitusi. Kewenangan dan kewajiban MK adalah dilakukan untuk menjaga aturan konstitusi. Penerapan UU harus tetap dalam koridor konstitusi, bila ada UU yang menyimpang dari nilai konstitusional maka MK menjadi lembaga yang meluruskannya; Perselisihan hasil pemilu harus ditegakkan demi terjaganya nilai-nilai demokrasi konstitusional, MK menjadi lembaga yang memastikan bahwa pelanggaran pemilu diselesaikan dan keadilan pemilu ditegakkan; Pembubaran partai politik harus dilakukan sesuai dengan konstitusi agar tidak melanggar hak konstitusional warga negara dalam menerapkan kebebasan berserikat dan berkumpul; Sengketa kewenangan antar lembaga negara harus diselesaikan dalam koridor konstitusional agar tiap-tiap lembaga negara berperan dan berfungsi sebagaimana diatur oleh konstitusi; Dan terakhir, pendapat DPR mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diputus oleh MK berdasarkan acuan dan ukuran konstitusi sehingga hukum dan konstitusi menjadi pegangan utama dan bukan atas dasar pertimbangan politis semata. Kesemuanya itu dijalankan MK sesuai mandat konstitusi dan dilakukan untuk menjaga konsistensi konstitusional.  





* Makalah disampaikan pada Program Pendidikan Reguler Angkatan XLVI, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia, Jakarta, 19 Agustus 2011.

** Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

[1] lihat Stanford Encyclopedia of Philosophy, Constitutionalism, http://plato.stanford.edu/entries/constitutionalism/#BM5, diunduh pada tanggal 10 Agustus 2011. Lihat juga Douglas H. Ginsburg, On Constitutionalism, Cato Supreme Court Review, http://www.cato.org/pubs/scr/2003/constitutional.pdf, diunduh pada tanggal 10 Agustus 2011.

[2] Surat Permohonan sebagai Penceramah PPRA XLVI Lemhannas RI Kepada Ketua Mahkamah Konstitusi tertanggal 21 Juli 2011. Permohonan topik yang diajukan adalah “Konsistensi Konstitusional untuk Menegakkan Supremasi Hukum dalam Rangka Ketahanan Nasional”.
[3] Pasal 3 UUD 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-garis besar daripada haluan negara

[4] Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian tentang Sistem Pemerintahan Negara bahagian III. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die Gezamte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis

[5] Lihat Pasal 5 ayat (1), Pasal 7C, Pasal 11, Pasal 20 ayat (2) sampai (5), dan Pasal 22 UUD 1945.
[6] Pasal 51 ayat (1) mengatur bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya undang-undang, yaitu:
a.        perorangan warga negara Indonesia;
b.        kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c.        badan hukum publik atau privat; atau
d.       lembaga negara.
[7] Putusan perkara nomor 011-017/PUU-I/2003 diputus tanggal 24 Februari 2004, Dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004, Terbit hari Selasa tanggal 2 Maret 2004. Putusan ini membatalkan keberlakuan pasal 60 huruf g UU nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.    
[8] Lihat putusan MK nomor 068/SKLN-II/2004 diputus tanggal 12 November 2004. Sebagai catatan, Presiden, juga merupakan termohon dalam perkara ini. Karena Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 185/M  Tahun 2004 tentang Pemberhentian Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Periode 1999-2004 dan Pengangkatan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Periode 2004-2009 yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.
[9] Lihat Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”